Ada kejadian menyenangkan sekaligus menyedihkan....Chandra khan dapet hadiah motor Suzuki Smash dari Bank Danamon Simpan Pinjam (DSP), yang lucunya sampai sekarang hadiahnya belum kita terima padahal sudah lewat 1 bulan dari tanggal penyerahan secara simbolis di Senayan.
Kita udah tanya kesana kemari....termasuk nanya ke kepala cabang DSP Curug-Tangerang, Banten....tapi responnya malah kaya ngajakin berantem....aneh banget....itu khan semestinya hak kita.
Sebenarnya kita gak mau ribut-ribut..atau minta hadiahnya cepet-cepet tapi paling tidak... ada informasi yang jelas dan akurat, mereka minta apa-apa selalu mendadak dan kadang-kadang informasinya simpang siur.
Sampai sekarang saya dan Chandra gak mau nanya lagi mengenai hadiah itu ke DSP....nanti kesannya jadi kaya orang yang nagih utang aja...padahal itu udah merupakan hak kita.
Rabu, 30 Juli 2008
Minggu, 06 Juli 2008
Adil......
Pernah gak...kalian merasa diperlakukan tidak adil??....sama siapa aja...(temen kantor, temen main, boss, dosen, orang tua, keluarga..atau siapa kek yang kita bahkan gak kenal), trus gimana perasaan kalian..sedih...kecewa atau cuek aja???.
Masalahnya saya lagi mengalami ketidak adilan...udah lama sih saya mengalaminya..awalnya sih saya pikirin...pengennya nangis mulu kalo inget....tapi lama-lama cape lho....akhirnya malah saya jadi nekat...jadi apatis aja....masalahnya udah sakit hati banget.
Sekarang yang ada dalam pikiran saya cuma karier dan my lil-family....jelek ya...jadi kaya orang gak punya aturan gitu...tapi mau gimana lagi...masalahnya hidup cuman sekali doang....kalo gak nekat dan hepi jalaninnya ya RUGI.
Alhamdullilah...pelan-pelan saya bisa hidup dengan kaki sendiri...gak mengandalkan siapa2....kayanya koq ya puassssss banget, walaupun kadangkala ngerasa takut...khawatir gak berhasil dan sukses....takut juga kalo salah jalan...tapi ya itu tadi apatis..... .
Masalahnya saya lagi mengalami ketidak adilan...udah lama sih saya mengalaminya..awalnya sih saya pikirin...pengennya nangis mulu kalo inget....tapi lama-lama cape lho....akhirnya malah saya jadi nekat...jadi apatis aja....masalahnya udah sakit hati banget.
Sekarang yang ada dalam pikiran saya cuma karier dan my lil-family....jelek ya...jadi kaya orang gak punya aturan gitu...tapi mau gimana lagi...masalahnya hidup cuman sekali doang....kalo gak nekat dan hepi jalaninnya ya RUGI.
Alhamdullilah...pelan-pelan saya bisa hidup dengan kaki sendiri...gak mengandalkan siapa2....kayanya koq ya puassssss banget, walaupun kadangkala ngerasa takut...khawatir gak berhasil dan sukses....takut juga kalo salah jalan...tapi ya itu tadi apatis..... .
Senin, 05 Mei 2008
Perempuan Indonesia kehilangan anak di Austria
Saya terima kasus ini sebenernya udah lumayan lama, tapi sampai sekarang belum ada way out apa-apa. Lumayan ribet soalnya, kepentok jarak dan perbedaan regulasi.
Pertama kali yang datang ke kantor kami adalah seorang ibu kira-kira berusia 50 tahun bernama ibu Farida Harahap, bilang kalau anaknya yang bernama Simeona Harahap menikah dengan orang Swedia dan sekarang tinggal di Austria.Ternyata dalam perjalanan, suaminya anaknya affair dengan perempuan lain dan mengajukan gugatan cerai di pengadilan Austria.
Persolan muncul waktu hak kuasa asuh dimenangkan suami, dan suami menuduh istri telah melakukan kekerasan pada anak mereka. Pengadilan menyetujui adanya kekerasan itu padahal komisi anak di Austria tidak membenarkan adanya kekerasan oleh ibunya.
Ibu Ona (panggilan dari Simeona) tidak dapat membela hak-haknya sebagai perempuan dan ibu dikarenakan kendala bahasa, kedutaan Indonesia di austria tidak memberikan pengacara kepada ibu Ona yang selayaknya. Ibu Ona malah mendapatkan pengacara berkewarganegaraan Malaysia yang juga tidak terlalu mahir berbahasa Jerman (bahasa di austria adalah Jerman).
Saat ini ibu Ona tinggal sendiri di Austria tanpa pekerjaan, akan tetapi dia bertahan karena takut kehilangan anaknya untuk selama-lamanya.
Ibu Ona hanya boleh bertemu dengan anaknya seminggu satu kali, dan selama pertemuan itu diawasi oleh petugas pengadilan. Ibu Ona tidak boleh berbicara dengan anaknya dalam bahasa Indonesia akan tetapi bahasa Inggris, padahal anaknya belum lancar berbahas Inggris dan hanya bisa bicara dalam bahasa Indonesia. Anaknya adalah sah secara hukum sebagai warganegara Indonesia (ada surat dari menteri Hukum dan HAM RI).
Ibu Ona sudah menyurati menteri Hukum dan HAM ,Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Luar Negeri bahkan kedutaan Indonesia di austria. Tapi tidak ada tanggapan, saat ini ibu Ona yang diwakili oleh ibu Farida membuat laporan pada KPAI dan kebetulan saya ikut dalam tim menangani.
Kasus ini terus terang membuat saya agak pusing kepala, kasusnya memang tidak rumit tapi kalau tidak ada dukungan dari pemerintah RI. Bagaimana bisa sih???...padahal ini sudah jelas bahwa pengadilan Austria melanggar hak asasi manusia dan melakukan deskriminasi dimana seorang anak Indonesia tidak boleh bicara dalam bahasa Indonesia, dan ibu Ona dituduh melakukan kekerasan pada anaknya tanpa bukti-bukti.
Padahal belum lama ini saya baca di salah satu koran, bahwa Menlu Swedia ternyata Blogger dan akan membantu mengatasi pelanggaran hak asasi manusia. Saat ini salah seorang warganya melakukan itu tapi sayangnya di Austria,ah bangsa kita dijajah terus...kapan bahagianya ya???
kayanya banyak perempua Indonesia yang mengalami ini ya....???, semoga blog saya dibaca oleh orang banyak, agar bisa bantu kasih way out untuk Simeona Harahap
Pertama kali yang datang ke kantor kami adalah seorang ibu kira-kira berusia 50 tahun bernama ibu Farida Harahap, bilang kalau anaknya yang bernama Simeona Harahap menikah dengan orang Swedia dan sekarang tinggal di Austria.Ternyata dalam perjalanan, suaminya anaknya affair dengan perempuan lain dan mengajukan gugatan cerai di pengadilan Austria.
Persolan muncul waktu hak kuasa asuh dimenangkan suami, dan suami menuduh istri telah melakukan kekerasan pada anak mereka. Pengadilan menyetujui adanya kekerasan itu padahal komisi anak di Austria tidak membenarkan adanya kekerasan oleh ibunya.
Ibu Ona (panggilan dari Simeona) tidak dapat membela hak-haknya sebagai perempuan dan ibu dikarenakan kendala bahasa, kedutaan Indonesia di austria tidak memberikan pengacara kepada ibu Ona yang selayaknya. Ibu Ona malah mendapatkan pengacara berkewarganegaraan Malaysia yang juga tidak terlalu mahir berbahasa Jerman (bahasa di austria adalah Jerman).
Saat ini ibu Ona tinggal sendiri di Austria tanpa pekerjaan, akan tetapi dia bertahan karena takut kehilangan anaknya untuk selama-lamanya.
Ibu Ona hanya boleh bertemu dengan anaknya seminggu satu kali, dan selama pertemuan itu diawasi oleh petugas pengadilan. Ibu Ona tidak boleh berbicara dengan anaknya dalam bahasa Indonesia akan tetapi bahasa Inggris, padahal anaknya belum lancar berbahas Inggris dan hanya bisa bicara dalam bahasa Indonesia. Anaknya adalah sah secara hukum sebagai warganegara Indonesia (ada surat dari menteri Hukum dan HAM RI).
Ibu Ona sudah menyurati menteri Hukum dan HAM ,Menteri Pemberdayaan Perempuan, Menteri Luar Negeri bahkan kedutaan Indonesia di austria. Tapi tidak ada tanggapan, saat ini ibu Ona yang diwakili oleh ibu Farida membuat laporan pada KPAI dan kebetulan saya ikut dalam tim menangani.
Kasus ini terus terang membuat saya agak pusing kepala, kasusnya memang tidak rumit tapi kalau tidak ada dukungan dari pemerintah RI. Bagaimana bisa sih???...padahal ini sudah jelas bahwa pengadilan Austria melanggar hak asasi manusia dan melakukan deskriminasi dimana seorang anak Indonesia tidak boleh bicara dalam bahasa Indonesia, dan ibu Ona dituduh melakukan kekerasan pada anaknya tanpa bukti-bukti.
Padahal belum lama ini saya baca di salah satu koran, bahwa Menlu Swedia ternyata Blogger dan akan membantu mengatasi pelanggaran hak asasi manusia. Saat ini salah seorang warganya melakukan itu tapi sayangnya di Austria,ah bangsa kita dijajah terus...kapan bahagianya ya???
kayanya banyak perempua Indonesia yang mengalami ini ya....???, semoga blog saya dibaca oleh orang banyak, agar bisa bantu kasih way out untuk Simeona Harahap
Rabu, 26 Maret 2008
Klien Kecil ku.....
Sebenernya saya ragu-ragu memuat ini dalam blogspot mengingat semua orang bisa mengaksesnya...tapi rasa tidak enak selalu hadir kalau nama anak ini disebut...akhirnya saya putuskan gak sebut nama deh.
Anak ini lucu....asli anak Indo tapi tidak bisa bicara dalam bahasa Indonesia, dia adalah korban perceraian antara Bapak dan Ibunya...keputusan pengadilan menyatakan adanya joint custody atau pengasuhan bersama dimana 5 hari bersama ibunya dan 2 hari bersama bapaknya serta dibagi rata bila ada libur sekolah.
Konflik terjadi ketika anak laki-laki kecil ini tidak lagi merasa nyaman dengan ibunya...bukan karena tidak sayang pada ibunya saya lihat tapi lebih pada rasa independensi dalam bertindak....serta dalam menyampaikan pendapat.
Saya memang sudah tidak menangani kasus ini lagi, sejak saya tidak berhasil memanggil ibunya sebanyak 3 kali panggilan...lalu kasus ini dilimpahkan pada seorang rekan yang leih senior...yang celakanya tidak ada pemberitahuan dahulu kepada saya..saya malah taunya dari klien yang bersangkutan (memalukan ya), tapi saya tidak permasalahkan lah saya anggap itu sebagai upaya lain...."ah yang penting masalahnya selesai" pikir saya.
Lama kasus bergulir....saya tidak pernah lagi intervensi..karena rekan saya sepertinya sangat berapi2 dalam menyelesaikan kasus ini...jadi ya saya cuek saja menyelesaikan kasus2 lain.
Ternyata masalah timbul...rekan saya itu tidak dapat menghadirkan ibunya sama seperti saya...artinya mediasi tidak bisa dilakukan...dan KPAI harus mengeluarkan surat rekomendasi...ya fine...itu tokh prosedural.
Selang berapa bulan saya terima SMS dari klien ybs...menyatakan kalau dia tidak terima dengan surat yang dibuat...lho saya bingung surat yang mana???....saya tidak pernah dikasih tau....tidak pernah dimintai pendapat....juga tidak pernah liat....koq tau2 udah diterima klien...padahal prosedurnya seharusnya saya dilibatkan untuk pembuatan separo surat....tapi ya sudahlah percuma ribut tar dipikir orang saya terima suap lagi dari klien...amit2.
Minggu lalu saya dipanggil oleh wakil ketua KPAI....yang meminta penjelasan perihal surat itu..saya jawab apa adanya....saya gak tau....ibu wakil ketua itu hanya tersenyum dan menyatakan kalau dibuat ulang saya bantu ya....saya sih ok aja...yang penting rekan senior pemegang kasus itu minta saya untuk bantu...kalo engga wah...tar dipikir ada apa2..lha ya repot.
Sampai dengan hari ini rekan yang senior itu gak pernah minta bantuan saya untuk buat surat....padahal yang saya tahu klien kecil saya saat ini sedang dalam proses di Pengadilan.
Aduh ya Allah....saya koq rasanya berdosa ya....sama si kecil itu....padahal dia gak salah....dia hanya punya pendapat....apa anak tidak boleh punya pendapat....
Saya akui bapaknya mungkin tidak sempurna begitu juga dengan ibunya...tapi masalah mereka sudah berakhir.....kenapa si kecil sobatku ini masih saja teraniaya....
Anak ini lucu....asli anak Indo tapi tidak bisa bicara dalam bahasa Indonesia, dia adalah korban perceraian antara Bapak dan Ibunya...keputusan pengadilan menyatakan adanya joint custody atau pengasuhan bersama dimana 5 hari bersama ibunya dan 2 hari bersama bapaknya serta dibagi rata bila ada libur sekolah.
Konflik terjadi ketika anak laki-laki kecil ini tidak lagi merasa nyaman dengan ibunya...bukan karena tidak sayang pada ibunya saya lihat tapi lebih pada rasa independensi dalam bertindak....serta dalam menyampaikan pendapat.
Saya memang sudah tidak menangani kasus ini lagi, sejak saya tidak berhasil memanggil ibunya sebanyak 3 kali panggilan...lalu kasus ini dilimpahkan pada seorang rekan yang leih senior...yang celakanya tidak ada pemberitahuan dahulu kepada saya..saya malah taunya dari klien yang bersangkutan (memalukan ya), tapi saya tidak permasalahkan lah saya anggap itu sebagai upaya lain...."ah yang penting masalahnya selesai" pikir saya.
Lama kasus bergulir....saya tidak pernah lagi intervensi..karena rekan saya sepertinya sangat berapi2 dalam menyelesaikan kasus ini...jadi ya saya cuek saja menyelesaikan kasus2 lain.
Ternyata masalah timbul...rekan saya itu tidak dapat menghadirkan ibunya sama seperti saya...artinya mediasi tidak bisa dilakukan...dan KPAI harus mengeluarkan surat rekomendasi...ya fine...itu tokh prosedural.
Selang berapa bulan saya terima SMS dari klien ybs...menyatakan kalau dia tidak terima dengan surat yang dibuat...lho saya bingung surat yang mana???....saya tidak pernah dikasih tau....tidak pernah dimintai pendapat....juga tidak pernah liat....koq tau2 udah diterima klien...padahal prosedurnya seharusnya saya dilibatkan untuk pembuatan separo surat....tapi ya sudahlah percuma ribut tar dipikir orang saya terima suap lagi dari klien...amit2.
Minggu lalu saya dipanggil oleh wakil ketua KPAI....yang meminta penjelasan perihal surat itu..saya jawab apa adanya....saya gak tau....ibu wakil ketua itu hanya tersenyum dan menyatakan kalau dibuat ulang saya bantu ya....saya sih ok aja...yang penting rekan senior pemegang kasus itu minta saya untuk bantu...kalo engga wah...tar dipikir ada apa2..lha ya repot.
Sampai dengan hari ini rekan yang senior itu gak pernah minta bantuan saya untuk buat surat....padahal yang saya tahu klien kecil saya saat ini sedang dalam proses di Pengadilan.
Aduh ya Allah....saya koq rasanya berdosa ya....sama si kecil itu....padahal dia gak salah....dia hanya punya pendapat....apa anak tidak boleh punya pendapat....
Saya akui bapaknya mungkin tidak sempurna begitu juga dengan ibunya...tapi masalah mereka sudah berakhir.....kenapa si kecil sobatku ini masih saja teraniaya....
Jakarta Ga Ramah Anak dan Perempuan
Pernah gak anda sekalian berpikir kota ramah anak tuh yang seperti apa....??, pasti banyak yang bilang yang banyak fasilitas bermain buat anak.....yang gak polusi dsbnya.
Ya itu emang fenomena kebanyakan kali ya...tapi pernah kah berpikir hal yang lebih detail lagi...seperti akta kelahiran misalnya....apa mudah buat akta kelahiran....berapa biayanya (padahal menurut PERDA akta kelahiran seharusnya GRATIS).....pernah gak kepikiran alangkah enaknya kalo perempuan hamil ke dokter gratis....atau anak kalo sakit gratis....kayanya orang tua gak akan puyeng lagi mikirin nasib anaknya.
Jakarta tuh kota yang paling gak ramah anak...coba kita liat berapa banyak anak jalanan di Jakarta...belum lagi apa ada fasilitas umum yang memadai untuk anak2..seperti gerbong KA khusus ibu dan anak...atau bis khusus perempuan hamil... dan ibu dengan anak...jangankan begitu coba lihat sekolah itu berapa biayanya...(ok-lah ada dana bos tapi khan yang lain kudu beli)...blom lagi kalo sakit...wuihhhhh......RS itu jadi bisnis!!!.
Orang2 di Jakarta mayoritas juga gak ramah anak dan Perempuan lo...coba apa anda peduli kalo ada anak keleleran di jalan....mau gak anda tanya apa dia baik2 atau nyasar atau apa kek....jangan khan begitulah...coba dalam bis..apa anda rela memberkan tempat duduk untuk ibu2 yang bawa anak...atau buat perempuan hamil....pasti deh belagak tidur atau belagak gak liat.
Saya sekarang yang tiap hari PP naik motor aja kerasa kalo Jakarta gak ramah buat Anak dan Perempuan....contohnya kalo saya lagi naik motor...ya ampun itu yang namanya cowo2 and bapak2 biker...langsung sibuk klakson sana-sini....kayanya gak rela banget kalo jalannnya saya pakai....padahal kalo dibilang cewe nyetir motor atau mobilnya kacau...lha emang cowo2 and bapak2 pada gak kacau nyetirnya...sradak..sruduk....ah kesel dehhh....akhirnya kita cewe2 ngalah deh.
Saya pernah barengan dengan anak sekolah yang mau nyebrang naik sepeda...kesian anaknya bertampang clingak..clinguk...karena jalanan padet banget dan kebetulan saat itu lampu merahnya mati...kayanya ada setengah jam saya dan anak itu tunggu mau nyebrang karena mobil dan motor saling tancap gas...akhirnya ada seorang polwan yang lagi patroli...turun dari mobil dinasnya dan berhentikan jalan untuk kami nyebrang...makasih ibu Polwan...
Jadi Jakarta tidak ramah Anak dan Perempuan itu bukan hanya pemerintahnya aja....tapi masyarakatnya juga....sepertinya Anak dan Perempuan itu jadi warga negara kelas dua ya...sedihnyaaaaaa.......
Fenomena Ayat-ayat Cinta
Kepengen nonton ini karena terpengaruh dengan euforia masyarakat...yang kayanya heboh banget...termasuk di kalangan penggede..walhasil penasaranlah.
Setelah berjuang keras agar bisa nonton akhirnya kesampean deh....tapi maaf ya...buat gw sih film ini biasa aja...nothing special..gak se-amazing novelnya yang sweet... .
Gw melihat Ayat-ayat cinta adalah bentuk protes terhadap poligami,kekerasan terhadap perempuan dan deskriminasi...hanya saja caranya halus dan sangat edukatif...ini yang saya suka...karena slow dan terpelajar itu khan cocok dengan karakter Islam....top.
Kalo mengenai filmnya mah....gw anggap air di padang pasir aja deh....di tengah film yang sejenis dan semacam...eh muncul film yang sejuk dan mengajarkan cinta dan prinsip hidup...ada per-imbangan bathin...sukses deh buat prosedur...sutradara yang berani bawa novelnya ke film....spekulasi juga khan...tapi hasilnya di berkahi....
Setelah berjuang keras agar bisa nonton akhirnya kesampean deh....tapi maaf ya...buat gw sih film ini biasa aja...nothing special..gak se-amazing novelnya yang sweet... .
Gw melihat Ayat-ayat cinta adalah bentuk protes terhadap poligami,kekerasan terhadap perempuan dan deskriminasi...hanya saja caranya halus dan sangat edukatif...ini yang saya suka...karena slow dan terpelajar itu khan cocok dengan karakter Islam....top.
Kalo mengenai filmnya mah....gw anggap air di padang pasir aja deh....di tengah film yang sejenis dan semacam...eh muncul film yang sejuk dan mengajarkan cinta dan prinsip hidup...ada per-imbangan bathin...sukses deh buat prosedur...sutradara yang berani bawa novelnya ke film....spekulasi juga khan...tapi hasilnya di berkahi....
Rabu, 12 Maret 2008
Bila Anak Menjadi Pelaku
Syarat-syarat anak dapat diajukan ke sidang anak:
1. Melakukan tindak pidana
2. Melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku di
masyarakat yang bersangkutan
3. Memenuhi batasan umur sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya berumur 8 tahun tetapu belum mencapai umur 18 tahun dan belum
1. Melakukan tindak pidana
2. Melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku di
masyarakat yang bersangkutan
3. Memenuhi batasan umur sebagai berikut:
a. Sekurang-kurangnya berumur 8 tahun tetapu belum mencapai umur 18 tahun dan belum
pernah kain, atau
b. Anak yang melakukan tindak pidana pada batas umur seperti di atas (sudah 8 tahun tetapi
b. Anak yang melakukan tindak pidana pada batas umur seperti di atas (sudah 8 tahun tetapi
belum 18 tahun) dan diajukan ke siding pengadilan setelah anak itu berumur di atas 18 tahun
tapi belum mencapai 21 tahun
Bagaimana dengan anak yang berumur di bawah 8 tahun:
Bila diduga atau melakukan tindak pidana:
a. Anak tersebut dapat diperiksa oleh penyidik
b. Anak dikembalikan kepada orang tua/ wali/ orang tua asuhnya (bila menurut pemeriksaan,
Bagaimana dengan anak yang berumur di bawah 8 tahun:
Bila diduga atau melakukan tindak pidana:
a. Anak tersebut dapat diperiksa oleh penyidik
b. Anak dikembalikan kepada orang tua/ wali/ orang tua asuhnya (bila menurut pemeriksaan,
penyidik berpendapat anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua/ orang tua asuhnya)
c. Anak tersebut diserahkan kepada departemen Sosial (setelah mendengar pertimbangan
c. Anak tersebut diserahkan kepada departemen Sosial (setelah mendengar pertimbangan
dari pembimbing Kemasyarakatan), bila menurut pemeriksaan penyidik berpendapat anak
tersebut tidak dapat dibina lagi oleh orang tua/ orang tua asuhnya
Berapa lama anak boleh ditangkap:
· Paling lama 1 hari
· Penangkapan tersebut harus segera diberitahukan kepada keluarga
(dikutip dari Seri buku saku 3: Bagaimana Bila Anak Anda Menjadi
Berapa lama anak boleh ditangkap:
· Paling lama 1 hari
· Penangkapan tersebut harus segera diberitahukan kepada keluarga
(dikutip dari Seri buku saku 3: Bagaimana Bila Anak Anda Menjadi
Korban atau Pelaku Kejahatan-LBH Jakarta)
Langganan:
Postingan (Atom)